| Cerpen | NOVEL | Aboutme | Esai |

Thursday, June 7, 2007

Lelaki Mumi

Cerpen Hary B Kori’un

LELAKI itu lebih mirip mumi. Seluruh wajahnya dibalut perban berwarna putih, juga kepala bagian belakangnya. Tak ada lagi rambut di sana. Yang terlihat dan masih memperlihatkan dia berwujud manusia adalah dua matanya yang masih terlihat mengerjap. Dua lubang hidungnya pun tertutup perban tipis yang masih bisa digunakan untuk menghirup udara agar dia tetap hidup. Perban tipis juga menutup mulutnya, namun bisa dibuka jika akan memasukkan sesuatu ke dalam tubuhnya, misalnya air putih. Dia sering kehausan, dan seorang suster yang selalu menjaganya, siap memberikan air putih yang disedotnya melalui pipet.
Tidak hanya bagian kepala, seluruh badannya juga diperban warna putih yang sudah tercampur warna kuning, warna obat luka yang digunakan untuk mengeringkan lukanya ketika dia masuk ke ruang gawat darurat rumah sakit ini dua hari yang lalu. Dia tak bisa bergerak. Seluruh kegiatannya dari membuang air kecil, air besar dan minum, semuanya dikerjakan oleh suster yang berjaga bergantian. Dia tidak makan karena cairan nutrisi yang bercampur dengan zat makanan, sudah dimasukkan melalui pembuluh darah di punggung tangannya dari botol infus yang digantung di sebelah tempat dia dibaringkan.
Sungguh, dia lebih mirip mayat yang sudah dipungkus kain kafan ketimbang seseorang yang masih dianggap hidup. Namun, dia tetap bernafas, bisa melihat lurus dari dua lubang perban di kedua matanya, dan bisa menyedot air ketika haus dengan pipet, meski cairan nutrisi dan sari makanan sudah dimasukkan ke dalam tubuhnya.
Tidak ada yang tahu siapa lelaki itu sebenarnya; seluruh perawat yang selalu menjaganya, juga beberapa dokter yang menanganinya. Ketika dia ditemukan dan kemudian dibawa ke rumah sakit ini, kondisinya sudah hampir gosong; seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya sudah habis terbakar, kecuali celana dalam berwana coklat dan sudah tersengat api. Barangkali, dari seluruh tubuhnya, hanya kemaluannyalah yang tak terbakar karena terlindung celana dalam itu. Itu juga yang membuat perawat dan dokter yang ada di rumah sakit ini mengenali jenis kelaminnya.
Tak ada identitas yang tertinggal yang menjelaskan siapa laki-laki ini. Tidak juga dompet yang berisi KTP, SIM, paspor dan tanda pengenal lainnya. Juga tidak ada kertas apapun yang tertinggal di tubuhnya ketika regu penyelamat berhasil mengeluarkannya dari kamar sebuah hotel yang terbakar dua hari lalu. Tak ada penjelasan apapun.
Hingga berhari-hari dan berminggu-minggu kemudian, tetap tak ada yang bisa mengenali siapa laki-laki itu. Dia tak bisa bicara dengan bibirnya, tak bisa bicara dengan bahasa isyarat karena tidak ada bagian tubuhnya yang bisa digerakkan. Dia hanya bisa
menggerakkan bola matanya ke kanan, kiri, atas atau bawah, tetapi siapa yang tahu isyarat seperti itu? Dan, mungkin, telinganya juga sudah tidak berfungsi untuk mendengarkan kata-kata orang lain, kecuali matanya yang mungkin masih bisa melihat gerak bibir seseorang ketika mengatakan sesuatu padanya. Tetapi dengan apa dia akan membalas lawan bicaranya itu?
***
DIA ingin aku menunggunya di sebuah cafe di pinggir kota. Dia mengirim e-mail eberapa hari sebelumnya, juga sms dan mengatakan akan datang ke kotaku. Hanya aku yang dikasih tahu, katanya ini tugas rahasia. Aku tahu, jika dia mengatakan rahasia, pasti ada yang serius.
"Aku akan menginap di sebuah hotel yang masih rahasia. Nanti setelah sampai di Pekanbaru, aku akan beri tahu. Tunggulah aku di kafe tempat kita sering ketemu dulu," katanya dalam e-mail.
Besoknya, dia kirim sms dan mengatakan sudah sampai. Katanya dia tak ingin mengatakan di mana dia menginap. "Aku tak bisa mengatakan di mana aku menginap," tulisnya di sms.
"Kepadaku engkau juga tak percaya?"
"Hanya engkau satu-satunya orang yang kupercaya. Tetapi lebih baik kamu tidak tahu. Tunggulah aku di kafe itu..."
"Tidak, selama ini engkau tak pernah mempercayaiku..."
"Aida, aku mencintaimu, bagaimana mungkin aku tak mempercayaimu?"
"Kamu tidak pernah mencintaiku..."
"Hanya karena aku tak memberi tahu di mana aku menginap, engkau tidak mempercayai cintaku?"
"Bukan itu masalahnya."
"Engkau mulai bosan dengan cinta seperti ini?"
"Tidak. Ketika aku memutuskan untuk mencintaimu, aku sudah siap untuk semua ini. Aku sudah siap untuk tidak bertemu denganmu dalam waktu lama; atau tidak mendengar kabarmu berbulan-bulan. Aku selalu resah setiap waktu, tetapi aku percaya kamu selalu
baik-baik..."
"Aku sedang berjuang..."
"Perjuanganmu itulah satu-satunya yang tidak kupahami dari seluruh kehidupanmu..."
Aku menunggunya berjam-jam, dari siang hingga menjelang senja. Kami memang sering seperti ini, berjanji untuk ketemu dan dia datang setelah beberapa jam aku sampai di kafe ini. Sering minuman yang sudah kupesan sudah habis dan dia belum datang juga.
Pernah aku sampai memesan minuman lagi, dan dia juga belum datang. Namun aku tetap menunggu sampai dia datang. Ketika dia sampai, minta maaf dan mengatakan bahwa dia harus menyamar untuk sampai ke kafe. Dia memang selalu berpenampilan berbeda-beda;
kadang memakai sebo untuk menutupi rambutnya, kadang memakai topi pet, memakai kacamata seperti yang sering dipakai selebritis, memakai kumis palsu dan banyak lagi.
Dan kini, aku masih menunggunya di sini, ketika hari sudah senja dan matahari sudah benar-benar tenggelam. Dia belum datang juga, tetapi aku yakin dia akan datang, meski entah kapan. Namun, tiba-tiba semua orang di kafe itu terkejut ketika terdengar ledakan dahsyat yang membuat semuanya bergetar. Ledakan dari arah pusat kota, dan semua orang yang ada di kafe itu berhamburan keluar. Aku juga. Seseorang mengatakan, sebuah hotel di pusat kota meledak. Dia mendapat sms dari temannya.
Aku berdoa kepada Tuhan, semoga apapun nama hotel itu, bukanlah hotel tempat dia menginap. Tetapi aku benar-benar resah dan panik. Pikiranku kalut dan dadaku terasa kosong, namun berat. Hingga kemudian, aku benar-benar yakin dia tak akan datang --karena seterlambat apapun, biasanya dia datang sebelum kafe tutup, namun kini ketika kafe akan tutup, dia belum juga datang-- dan ini untuk pertama kalinya dia mengingkari janjinya. Kukirim sms, report-nya tertulis pending. Berkali-kali aku mengirim tetapi jawabannya selalu begitu. Kutelpon ke nomornya meskipun dia selalu bilang aku tak boleh menelponnya karena bisa dilacak intel, namun HP-nya tidak aktif, berkali-kali. Aku benar-benar kalut dan hampir putus.
Ketika aku meninggalkan kafe, masuk ke mobil dan pulang ke rumah, berusaha tidur tapi tak bisa-bisa hingga pagi, aku tak menemukan jawaban apa-apa. Hingga kemudian ayah datang dan mengatakan bahwa ada bom meledak di sebuah hotel yang meluluh-lantakkan hotel tersebut dan 123 orang penghuni hotel itu dinyatakan mati, tidak ada yang hidup. Di koran itu ditulis, seorang penghuni hotel berhasil diselamatkan regu penyelamat, tetapi belum sampai di rumah sakit sudah meninggal dunia. Siangnya aku ke rumah sakit, dan petugas rumah sakit itu mengatakan bahwa yang ada di situ adalah mayat-mayat yang gosong dan sudah tak bisa dikenali.
Tetapi aku tidak yakin kalau dia adalah salah satu mayat di rumah sakit itu. Aku selalu ingat kata-katanya, "Aida, aku tak pernah bersalah meskipun aku diburu seperti anjing," katanya suatu kali.
"Kalau engkau tak bersalah, mengapa lari dari kejaran mereka?"
"Karena kalau aku menyerah, mereka tetap tidak percaya kalau aku tak bersalah. Aku sudah menjadi target yang harus dihabisi..."
"Menyerahlah, aku akan membantumu meyakinkan mereka..."
"Aku tidak akan menyerah," dan dia kemudian pergi dalam waktu yang lama hingga akhirnya kami berjanji untuk bertemu yang kemudian tak terlaksana itu.
Aku berharap akan menemukannya lagi, tidak hari ini, mungkin besok, lusa, minggu depan, bulan depan, tahun depan atau entah kapan. Aku selalu menyimpan harap dia akan mencariku dan kami bertemu kembali...
***
“PERINTAH yang kuberikan padamu hanya untuk satu orang, bukan untuk meledakkan hotel dan membunuh ratusan orang itu.” Suaranya dingin, namun cukup membuat lelaki yang sedang berdiri di hadapannya menggigil.
“Siap, Ndan!”
“Jika ada seribu prajurit seperti kamu, negeri ini akan cepat hancur…”
“Siap, Ndan!”
“Buat laporan, ini salah prosedural, tulis file-nya ‘rahasia’”
“Siap, Ndan!”
“Tapi semuanya rapi dan tanpa jejak, kan?”
“Siap, Ndan! Semuanya rapi dan tanpa jejak.”
“Undang semua wartawan siang ini juga. Siapkan jumpa pers…”
“Siap, Ndan!”
***

PERAWAT yang menjaga lelaki yang lebih mirip mumi itu membaca koran pagi. Terlihat judul besar di halaman utama koran itu: Dipastikan, Kelompok Militan di Balik Peledakan Hotel…
Lelaki yang lebih mirip mumi itu mendengar suara perawat itu. Dia menggeleng lemah, air matanya mengalir…***

Pekanbaru, 1 Desember 2004

No comments: