| Cerpen | NOVEL | Aboutme | Esai |

Saturday, February 23, 2008

Cerita Remaja yang "Serius"

* Diskusi dan Bedah Novel “Jejak Hujan”



SABTU (12/9) lalu bertempat di Geleri Buku Ibrahami Sattah Kompleks Bandar Serai Pekanbaru, sebuah diskusi dan bedah novel berjudul Jejak Hujan karya Hary B Kori’un, diselenggarakan oleh Komunitas Paragraf. Kegiatan ini merupakan sebuah ruang bagi peminat sastra di kota ini untuk bertukar pikiran setelah kegiatan-kegiatan seperti ini akhir-akhir ini sepi. Tampil sebagai pembedah adalah Olyrinson, sastrawan muda “spesialis lomba” yang belakangan karya-karya prosanya cukup mendapat tempat di media nasional. Terakhir, cerpennya dimuat di Majalah Horison. Di awal pembicaraannya Oly mengatakan bahwa ia merasa tertantang ketika ditawari menjadi pembedah novel ini, sebab meski “hanya” berlabel novel remaja, tetapi novel ini adalah novel unggulan (10 Besar) dalam Lomba Mengarang Novel Remaja Nasional 2005 yang diselenggarakan oleh Penerbit Grasindo dan Radio Belanda.


Mulanya Oly menyangka bahwa novel ini sama dengan kebanyakan novel remaja saat ini yang bergenre teenlit atau chicklit dengan cerita cinta biasa dan hanya mengandalkan dialog tanpa penokohan dan plot yang kuat. Namun ternyata, kata Oly, “Ketika saya membaca novel ini, semua yang saya itu tak ada. Ini novel yang serius dengan penokohan dan plot yang kuat dan sangat pantas menjadi 10 Besar dari 621 naskah yang masuk dalam lomba tersebut,” jelas menulis novel Sinambela Dua Digit dan Jalan Menurun ini.


Dalam makalah panjang berjudul Jejak Hujan: Novel Remaja dengan Prespektif Dewasa, Oly membahas banyak hal yang membedakan novel ini dari novel remaja kebanyakan. Misalnya, jika biasanya novel remaja ditulis dengan ringan dengan plot linier, Jejak Hujan ditulis dengan bahasa serius, cerita yang serius dan dengan alur cerita bolak-balik sehingga kalangan remaja yang terbiasa membaca novel remaja ringan, menjadi agak berat ketika membaca novel ini. “Kita tak akan menemukan kata-kata yang sering dipakai dalam sastra remaja seperti gitu lho, dong, deh, lo, gue dan sebagainya yang selama ini menjadi pakem dalam sastra remaja,” jelas Oly yang menjadi salah satu nominator Ganti Award 2005 ini.


Dalam diskusi tersebut, Alang Rizal justru mengatakan, barangkali karena memakai bahasa serius dan cerita yang serius itu, novel ini tidak menjadi pemenang dalam lomba tersebut. “Karena mungkin yang diinginkan penyelenggara adalah karya yang ringan dan encer, sehingga novel ini gagal menjadi pemenangnya,” jelas Alang.


Peserta diskusi lainnya, sastrawan muda Griven H Putra, melihat bahwa novel Jejak Hujan memiliki kekuatan yang memang tidak dimiliki oleh novel remaja lainnya. “Keditailan penulis dalam menulis novel ini adalah salah satu kekuatannya, karena dengan begitu pengarang tidak asal menulis cerita,” jelas Griven.


Murparsaulian mempertanyakan mengapa pengarang memakai puisi Goenawan Mohammad dalam novelnya, hal yang sama juga dipertanyakan Oly dalam makalahnya. “Apakah puisi itu menguatkan atau malah melemahkan cerita? Mengapa harus puisi Goenawan, mengapa bukan puisi Marhalim Zaini atau Hang Kafrawi yang lebih dekat dengan pengarang?” tanya presenter Rtv yang juga salah seorang sastrawan perempuan Riau itu.


Dalam pembahasan sekitar penggunaan puisi berjudul “Senja pun Jadi Kecil Kota pun Jadi Putih” yang ditulis Goenawan tahun 1966 itu, Hang Kafrawi memberi pembelaan. “Bisa jadi, puisi Goenawan itu yang lebih pas mendukung cerita,” jelas Direktur Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) ini.


Dalam diskusi berdurasi dua jam yang dipandu moderator Budy Utamy itu, Marhalim Zaini justru “menggugat” kesadaran para penulis prosa di Riau, terutama yang masih remaja, yang tidak ikut ambil bagian dalam “pesta” novel chicklit dan teenlit yang bisa menjadi proses untuk pencapaian ke sastra serius. “Saya tidak tahu apakah memang minat penulis kita yang tidak ada atau kesalahan para senior yang tak bisa membimbing para yuniornya,” jelas penulis novel Getah Bunga Rimba yang mendapatkan penghargaan utama Ganti Award 2005 ini dan juga koordinator Komunitas Paragraf yang baru saja terbentuk ini.


Dalam sesi “menjawab”, penulis novel Jejak Hujan, Hary B Kori’un menjelaskan alasannya mengutip puisi Goenawan Mohammad dalam novelnya bukan semata-mata untuk gagah-gagahan, tetapi memang karena kebutuhan cerita. “Dalam cerita itu, tokoh utama perempuan, Weny, adalah seorang anak yang cerdas dan menyukai sastra sejak kecil. Maka menurut saya, sangat wajar kalau dia sudah membaca puisi Goenawan ketika masih duduk di bangku SMP,” jelas penulis yang sudah menerbitkan empat novelnya ini.


Di bagian lain, Hary juga menjelaskan bahwa ketika dia mengikuti lomba mengarang novel tersebut, dia tidak yakin novelnya akan masuk penilaian, karena novel Jejak Hujan bukanlah novel genre remaja, tetapi novel serius. Maka, menurutnya, ketika dia tahu novelnya masuk nominasi, itu sebuah kejutan baginya. “Dan ketika saya bertemu dengan dua orang jurinya, yakni Veven SP Wardana dan Maman S Mahayana, baru saya yakin bahwa juri memang bekerja keras dalam lomba ini. Menurut mereka, novel saya memang tak bergenre remaja, tetapi sayang kalau dimasukkan dalam tong sampah dalam lomba itu karena katanya secara kualitas lumayan,” jelasnya.(riau pos)

2 comments:

infogue said...

Artikel di blog Anda bagus-bagus. Agar lebih bermanfaat lagi, Anda bisa lebih mempromosikan dan mempopulerkan artikel Anda di infoGue.com ke semua pembaca di seluruh Indonesia. Telah tersedia plugin / widget kirim artikel & vote yang ter-integrasi dengan instalasi mudah & singkat. Salam Blogger!
http://buku.infogue.com/cerita_remaja_yang_serius_

Batik Handycraft said...

Iya nih, kayaknya novel remaja yang serius agak susah nyari publishernya, kl toh ada penerbit novel remaja, rata2 ceritanya teenlit.

Dan kalo ada yg serius, bertewa religi. Padahal saya paling suka buat cerita drama tragedi...yang notabene tdk memenuhi kriteria kedua jenis penerbit yg saya sebutkan di atas.

Kl Jejak hujan siapa ya penerbitnya? Grasindo ya? Stau saya Grasindo sedang tidak menerima novel remaja th 2008 kamarin.